Berkahdari Minyak Jelantah. Masyarakat Indonesia terbiasa menggunakan minyak goreng, terutama minyak goreng sawit. BPS dan GAPKI mencatat permintaan minyak goreng sawit terus meningkat setiap tahun, tercatat sebesar 17,35 juta ton pada tahun 2020. Jumlah permintaan minyak goreng itu, meningkatkan produksi minyak jelantah (used cooking oil/UCO).
Menyikapipersoalan minyak jelantah ini, Majalah Sawit Indonesia dan Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mengadakan hybrid webinar pada 23 Juni 2021 di Menara 165, Jakarta Selatan. Webinar akan berlangsung menarik karena dihadiri perusahaan pengumpul minyak jelantah yang tergabung dalam Asosiasi Pengumpul Minyak Jelantah Untuk
BersamaArkad, kamu terima beres. Punya dapur? Kumpulkan minyak jelantah sama kita. Kamu tidak perlu pusing buang minyak jelantah sendiri. Arkad telah dipercaya oleh ribuan rumah tangga, restoran, hotel, pabrik makanan, dan rumah sakit untuk mengambil dan mengelola limbah minyak goreng dari dapur mereka. Kamu terima beres.
Dengankonversi 5 liter minyak jelantah menjadi satu liter biodiesel maka potensi biodiesel menjadi 600.000 liter dari total jelantah yang dikumpulkan. Saat ini, Indonesia memang sudah memanfaatan minyak jelantah untuk menjadi biodiesel dan pemanfaatan namun masih minim, yakni hanya berkisar 20% dari total minyak yang dikumpulkan atau hanya
SobatMijel, Seperti dilansir dari sawitindonesia.com, Asosiasi Pengumpul Minyak Jelantah untuk Energi Baru Terbarukan Indonesia (APJETI) mengusulkan
suro diro joyoningrat lebur dening pangastuti artinya. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Sejak 2018 Indonesia menempati urutan pertama sebagai produsen kelapa sawit terbesar dunia dengan produksi di atas 40,56 juta ton mengalahkan Malaysia yang mendominasi peringkat pertama Kompas, 1 Februari 2020. Berdasarkan kajian Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan TNP2K dan Traction Energi Asia tentang Potensi Minyak Jelantah untuk Biodiesel dan Penurunan Kemiskinan di Indonesia 2020 di tahun 2019, konsumsi minyak goreng sawit nasional mencapai 16,2 juta kiloliter dan 40% sd 60% menjadi minyak jelantah minyak goreng bekas. Adapun minyak jelantah yang dapat dikumpulkan di Indonesia baru mencapai 3 juta kiloliter atau hanya 18,5% dari total konsumsi minyak goreng sawit nasional. Dari 3 juta kiloliter minyak jelantah yang terkumpul yang berhasil dikonversi menjadi biodiesel sekitar 570 kilo liter 0,0035% minyak goreng sedangkan 2,4juta kilo liter lainnya digunakan untuk minyak goreng daur ulang dan ekspor Detik, 7 Desember 2020.Potensi minyak jelantah sebagai salah satu bahan baku biodiesel sebagai energi terbarukan berdasarkan data tersebut yang hanya 0,0035% konsumsi minyak goreng menunjukan belum tergarap secara optimal oleh pemerintah maupun di level masyarakat. Di tingkat Pemerintah, penggunaan dan penembangan biodiesel hanya dilevel regulasi dan himbauan, sedangkan di tingkat masyarakat pengumpulan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel belum dipandang sebagai sumber ekonomi dan pencegahan pencemaran lingkungan, hal tersebut antara lain masih rendahnya nilai konversi ekonomi minyak jelantah sebagai bahan biodiesel dibandingkan nilai konversi ekonomi minyak jelantah sebagai minyak goreng daur ulang yang dijernihkan. Rendahnya pengumpulan minyak jelantah juga dapat disebabkan masih sedikitnya tempat-tempat pengumpulan minyak jelantah dan pabrik-pabrik pengolah biodiesel yang hanya ada di beberapa kota saja di penulis sebagai salah satu pengurus komunitas minyak jelantah di level perumahan, dibutuhkan waktu hampir 2 bulan untuk mendapatkan informasi dan jalur pengumpulan minyak jelantah ke pabrik biodiesel. Iklan atau informasi menerima minyak jelantah memang tersedia di internet, namun yang memberikan respond positif dan menyatakan secara tegas bahwa minyak jelantah yang dikumpulkan untuk biodiesel baru dapat ditemukan melalui asosiasi resmi. Hal ini sesuai data diatas bahwa sebagian besar minyak jelantah dikumpulkan bukan untuk biodisiel. Progress pengumpulan minyak di tahun pertama hanya terkumpul 100 liter dari 21 rumah tangga dari total 300 rumah tangga di sebuah perumahan, tahun ke dua total pengumpulan minyak jelantah meningkat menjadi 350 liter dan tahun ke tiga menjadi 480 liter dengan total rumah tangga yang terlibat sekitar 60 rumah tangga, jika dibandingkan jumlah rumah tangga di perumahan tersebut maka jumlah rumah tangga yang terlibat relative kecil. Kompensasi ekonomi dari pengumpulan minyak jelantah diperumahan tersebut adalah 2/3 diberikan kepada rumah tangga yang menyetor dan 1/3 untuk biaya pengelolaan lingkungan di perumahan tersebut atau sekitar 13 liter minyak jelantah dapat ditukar dengan 2 liter minyak goreng baru. Fakta menarik dari model komunitas rumah tangga adalah rumah tangga dimana ibu rumah tangga yang memasak tanpa bantuan pembantu lebih memberikan respond untuk mengumpulkan minyak jelantah dibandingkan rumah tangga yang memasak menggunakan pembantu. Model komunitas rumah tangga di perumahan lebih bersifat sukarela dan sebagai inisiator pengumpul harus bersedia menyediakan tempat dan modal untuk jerigen atau tempat-tempat pengumpulan karena asosiasi pengumpul minyak jelantah hanya akan mengambil minyak jelantah ke lokasi pengumpul jika sudah tercapai skala ekonomi sekitar 100 liter. Model komunitas pengumpul minyak jelantah berikutnya adalah pengumpulan minyak jelantah di wilayah pasar dimana inisiator pengumpul minyak jelantah bekerjasama atau memanfaatkan jalur nonformal orang-orang yang menguasai pasar tersebut untuk mengumpulkan minyak jelantah dari para pedagang makanan sekitar dan memberikan kompensasi yang sesuai. Model dengan jalur nonformal ini lebih effektif dibandingkan komunitas pengumpulan minyak jelantah di perumahan yang walaupun ada kompensasi biaya ke pemberi minyak jelantah namun karena nilainya yang kecil dan level pemahaman akan lingkungan yang berbeda menyebabkan model komunitas perumahan yang sukarela kurang effektif dibandingkan model komunitas pasar dengan jalur nonformal dimana pengumpul memiliki otoritas mengelola daerah tersebut. Dengan 2 contoh model komunitas pengumpulan minyak jelantah tersebut sukarela perumahan dan otoritas pasar tidak lah cukup untuk memanfaatkan potensi minyak jelantah sebagai bahan biodiesel energi terbarukan. Kunci sukses suatu program adalah keterlibatan dari regulator dan pemerintah untuk mengatur mekanisme dan keterlibatan langsung. Lihat Humaniora Selengkapnya
JAKARTA - Ketua Asosiasi Pengumpul Minyak Jelantah untuk Energi Terbarukan Indonesia Apjeti, Matias Tumanggor mendukung rencana pemerintah untuk menghilangkan minyak goreng curah dan menggantinya dengan kemasan sederhana. Selain menjaga dari sisi kesehatan, langkah ini juga memberi kepastian pada Apjeti. “Kami tentu sangat mendukung akan realisasinya sebab akan menjadi sebuah kepastian bagi kami bahwa sungguh sangat tidak relevan lagi nantinya tuduhan yang sering dituduhkan kepada kami yaitu jelantah yang didaur ulang menjadi minyak curah,” ujar Matias, Minggu 12/6/2022. Menurutnya, wacana curah dihilangkan sejatinya sudah ada sejak lama. Bahkan ada regulasi yang cukup ditekankan oleh pemerintah adalah Peraturan Menteri Perdagangan Permendag No. 36 Tahun 2020 tentang Minyak Goreng Sawit Wajib Kemasan. Lewat beleid ini, produsen, pengemas, dan/atau pelaku usaha yang memperdagangkan minyak goreng sawit kepada konsumen wajib memperdagangkan minyak goreng sawit dengan menggunakan kemasan. “Mungkin selama ini didasarkan pada pertimbangan ke ekonomisnya yang masih dibutuhkan oleh masyarakat utamanya pelaku usaha UMKM,” ujar dia mengenai alasan pemerintah tak kunjung menghilangkan minyak goreng curah. Senada, Founder dan Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute Paspi, Tungkot Sipayung mengatakan standar perdagangan minyak goreng lebih baik dan relatif terjamin ada di kemasan. Sejak 2011, menurut dia wacana tersebut sudah bergulir dan ditargetkan berlaku pada 2014. “Sewaktu Mendag ibu Elka Pangestu tetapi selalu maju mundur. Tadinya ditargetkan berlaku tahun 2014, mundur lagi ke 2017, lalu mundur lagi ke tahun 2020, mundur lagi tahun 2022. Dan kini diwacanakan wajib kemasan lagi,” ujar Tungkot kepada Bisnis, Minggu 12/6/2022.Baca JugaDiminta Konsisten Hapus Minyak Goreng Curah, Pengamat Wacana LamaMinyak Goreng Curah Bakal Dihapus, DMSI Asal yang Mendistribusikan BUMNMinyak Goreng Curah Bakal Dihapus Bertahap, Ini Faktanya Dikatakannya pemerintah tidak pernah konsisten dengan pilihan yang disepakati meski itu lebih baik. Padahal, dengan kemasan, pemalsuan atau oplosan dengan minyak jelantah atau dengan solar dapat dicegah. Hal itu merespons pernyataan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang akan menghapus minyak goreng curah secara bertahap. Sebagai gantinya, minyak goreng akan diedarkan dalam kemasan sederhana. Alasan kebersihan jadi salah satu latar belakang pengemasan minyak goreng sederhana. Luhut mengklaim pengusaha minyak goreng pun sudah menyetujuinya. “Nanti secara bertahap kita akan hilangkan curah menuju kemasan sederhana. Karena curah itu kurang higienis. Itu yang akan kita lakukan,” kata Luhut, Jumat 10/6/2022. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Editor Rio Sandy Pradana Konten Premium Nikmati Konten Premium Untuk Informasi Yang Lebih Dalam
HOME PROGRAM PARTNER HUBUNGI GALLERY INFO FORMULIR DAFTAR ANGGOTA JANJI TEMU Menu BUAT JANJI PERTEMUAN Kami akan respon segera mungkin AsosIasi Pengumpul Minyak JelaNtah Info Apjeti Ketua umum APJETI dan Ketua Pimpinan Cabang Sumatra Utara Menerima Surat dukungan dari Pemerintah Provinsi Sumatra Utara Pertemuan dengan Gubernur Jawa Tengah Bapak Ganjar Pranowo dalam rangka sosialisasi APJETI di wilayah Jawa Tengah… Ketua Umum Bapak Matias Tumanggor menerima potongan nasi tumpeng dalam acara peresmian “SUMUT GO GREEN” … Dalam rangka menindak-lanjuti hasil Sosialisasi atas pertemuan dengan Gubernur Jawa Tengah Bapak Ganjar Pranowo
› Ekonomi›Minyak Jelantah untuk... Salah satu tantangan dalam mengembangkan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel ialah belum adanya mekanisme pengumpulan dari rumah tangga, restoran, dan hotel yang efektif. KOMPAS/BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA Tumpukan jeriken berisi jelantah di gudang milik Rumah Sosial Kutub di Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Selasa 3/3/2020. Minyak jelantah itu merupakan hasil pengumpulan program Sedekah Jelantah. Warga menyedekahkan jelantahnya lalu hasil penjualannya digunakan untuk kegiatan KOMPAS — Minyak jelantah dapat menjadi bahan baku biodiesel dengan adanya sistem pengumpulan yang menghubungkan produsen dan pengolah biodiesel secara terstruktur. Sistem tersebut mesti dibentuk sejak di tingkat Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud, minyak jelantah di Indonesia idealnya dimanfaatkan untuk bahan baku biodiesel, bukan untuk makanan-minuman karena mengandung senyawa yang bersifat karsinogenik. ”Ada tiga metode pengumpulan minyak jelantah, yakni sedekah, jual-beli, dan bank sampah. Harga minyak jelantah di Jakarta, Bogor, Makassar, dan Denpasar berkisar Rp per liter,” katanya pada seminar dalam jaringan berjudul ”Kupas Tuntas Regulasi Minyak Jelantah dari Aspek Tata Niaga dan Kesehatan” yang diadakan Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia GIMNI dan Majalah Sawit Indonesia, Rabu 23/6/2021.Berdasarkan data yang dihimpun dari GIMNI, minyak jelantah yang dihasilkan di Indonesia rata-rata 3 juta kiloliter. Sebanyak kiloliter di antaranya digunakan sebagai satu tantangan dalam mengembangkan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel ialah belum adanya mekanisme pengumpulan dari rumah tangga, restoran, dan hotel yang juga Jelantah yang Melimpah, tapi Minim AturanMusdhalifah menilai, salah satu tantangan dalam mengembangkan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel ialah belum adanya mekanisme pengumpulan dari rumah tangga, restoran, dan hotel yang efektif. Oleh sebab itu, pemerintah daerah perlu membentuk regulasi yang mengatur pengumpulan minyak jelantah ke produsen biodiesel yang ditunjuk beserta insentifnya. Pemerintah daerah juga dapat merumuskan stimulus bagi badan usaha milik daerah untuk menggunakan biodiesel berbahan baku minyak jelantah saat ini, imbuh dia, ada sejumlah perusahaan swasta yang mengumpulkan minyak jelantah untuk keperluannya masing-masing. Misalnya, PT Bhanda Ghara Reksa Persero yang bekerja sama dengan Pemerintah DKI Jakarta dan memiliki sejumlah titik pengumpulan minyak jelantah yang kemudian diolah menjadi bahan bakar untuk shuttle bus di Bandar Udara optimistis penggunaan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel dapat menurunkan emisi gas rumah kaca. Contohnya, penggunaan biodiesel untuk kendaraan di Belanda telah mengurangi 91,7 persen emisi karbon diokisidanya dibandingkan dengan penggunaan solar. Belanda turut mengimpor minyak jelantah dari Indonesia sebagai bahan daerah juga dapat merumuskan stimulus bagi badan usaha milik daerah untuk menggunakan biodiesel berbahan baku minyak jelantah juga Minyak Jelantah Disulap Menjadi Sabun Cuci TanganKOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO Agus Rukun Santoso, Ketua RW 010 Kampung Gang Kelor, Kelurahan Menteng, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat, mengemas minyak jelantah setoran warga sebagai biaya patungan operasional jaringan internet berpemancar nirkabel WiFi bagi anak-anak setempat mengikuti sekolah daring, Senin 10/8/2020.Badan Pusat Statistik mendata, total ekspor minyak jelantah Indonesia yang berada dalam kelompok kode HS 15180060 sepanjang 2019 mencapai ton. Jumlah tersebut meningkat menjadi ton pada GIMNI juga menunjukkan, sekitar 15-20 persen dari minyak jelantah di Indonesia didaur ulang. Oleh sebab itu, Ketua Umum GIMNI Bernard Riedo menilai, perlu ada regulasi yang mengatur peredarannya sehingga keamanan pangan terjamin. Penggunaan minyak jelantah mesti dipastikan untuk konsumsi sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Pengumpul Minyak Jelantah untuk Energi Baru Terbarukan Indonesia Apjeti Matias Tumanggor menyebutkan, minyak jelantah daur ulang sudah tidak relevan pada saat ini karena selisih harganya kian menyempit dibandingkan dengan minyak goreng curah, yakni sekitar Rp per liter. ”Selain itu, pengolahan minyak jelantah sebaiknya untuk kepentingan dalam negeri terlebih dahulu. Kalaupun mau diekspor, bentuknya berupa biodiesel,” katanya dalam kesempatan yang juga Standar Ganda Impor Minyak Jelantah Uni Eropa
asosiasi pengumpul minyak jelantah indonesia