Perludiketahui, kitab Ianah ath-Thalibin, karya Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatha ad-Dimyathi, ternyata yang menjadi juru tulisnya seorang syaikh keturunan Banjar Indonesia yaitu Syekh Bakri Satha. Syekh keturunan orang Banjar itu bernama lengkap Syekh Ali bin Abdullah bin Mahmud bin Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari. Beliau dilahirkan di Makkah
PerhatianAbu Bakar Syatha pada Majelis Maulid dalam I'anah ath-Thalibin. . Kitab I'anah ath-Thalibin termasuk salah satu kita populer di kalangan pesantren Indonesia. Jika kita membaca I'anah ath-Thalibin karya Sayyid Abu Bakar Syatha, maka kita akan menemukan penjelasan panjang tentang subbab walimah, melebihi sub-subbab lainnya.
SayyidAbu Bakar Syatha merupakan seorang ulama' Syafi'i, mengajar di Masjidil Haram di Mekah al-Mukarramah pada permulaan abad ke XIV. Wafat. Sayyid Bakri Syatha meninggal dunia tanggal 13 Dzulhijjah tahun 1310 H/ 28 Juni 1893 M setelah menyelesaikan ibadah haji. Usianya memang tidak panjang (hanya 44 tahun menurut hitungan Hijriyyah dan
KITABKuning Santri - Ianah Thalibin -Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatha di Tokopedia ∙ Promo Pengguna Baru ∙ Cicilan 0% ∙ Kurir Instan.
AlImam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini, Dalam buku Fiqh As-Sunnah I halaman 551 Sayyid Sabiq menuliskan bahwa salah seorang Sahabat mendengar Rasulullah SAW mengucapka n Al-'Allama h Sayid Bakri Syatha Ad-Dimyath iy, dalam kitab I'anatut Thalibin (إعانة الطالبين)
suro diro joyoningrat lebur dening pangastuti artinya. .Makam Sayyid Bakur cucu Sayyid Abu Bakar Syatha. Risalah Rihlah Kendal Jawa Tengah 1 Sayyid Bakûr b. Ahmad b. Abû Bakar Syathâ al-Dimyâthî al-Makkî w. 1965 Cucu Pengarang Kitab “I’ânah al-Thâlibîn”. Beliau wafat dan dikebumikan di Kaliwungu Jawa Tengah. Sayyid Abû Bakar b. Muhammad Syathâ al-Dimyâthî al-Makkî, atau yang dikenal dengan nama Sayyid Bakrî Syathâ w. 1310 H/ 1890 M adalah seorang ulama besar dunia Islam yang mengajar di Masjidil Haram, Makkah. Sosoknya terkenal sebagai pengarang kitab “Hâsyiah I’ânah al-Thâlibîn alâ Syarh Fath al-Mu’în” sekaligus sebagai mahaguru ulama Nusantara yang belajar dan bermukim di kota suci Makkah pada akhir abad ke-19 M. Kitab “I’ânah al-Thâlibîn” karangan Sayyid Bakrî Syathâ berisi kajian dalam bidang ilmu fikih madzhab Syafi’i. Di lingkungan lembagan pendidikan Islam tradisional di Nusantara pesantren, karya tersebut hingga saat ini masih dikaji dan dijadikan bahan rujukan. Ketika Snouck Hurgronje berada di Makkah pada tahun 1885, ia sempat berjumpa dengan sosok Sayyid Bakrî Syathâ sebagai salah satu ulama besar yang sangat populer di Makkah. Forum intelektual dan kelas pengajiannya senantiasa dipenuhi oleh para pelajar yang haus akan ilmu pengetahuan. Di Makkah, Sayyid Bakrî Syathâ juga memiliki keistimewaan dan kedekatan hubungan dengan para mukimin asal Nusantara. Di antara salah satu ulama asal Nusantara yang menjadi murid kesayangan Sayyid Bakrî Syathâ adalah Syaikh Mahfuzh Tremas w. 1920. Kedekatan hubungan antara sosok Sayyid Bakrî Syathâ dengan para ulama dan pelajar Nusantara di Makkah dapat terbaca dalam dua buah karya intelektualnya, yaitu “I’ânah al-Thâlibîn” dan “al-Durar al-Bahiyyah”. Dalam kitab “I’ânah al-Thâlibîn”, terdapat sebuah taqrîzh semacam endorsement yang ditulis oleh salah satu muridnya yang berasal dari Nusantara, yaitu Syaikh Ahmad Patani w. 1908. Sementara dalam kitab “al-Durar al-Bahiyyah”, terdapat sebuah taqrîzh yang ditulis oleh seorang murid Nusantara lainnya, yaitu Syaikh Muhammad Azhari Palembang w. 1938. Salah satu cucu Sayyid Bakrî Syathâ ternyata ada yang berhijrah dari Makkah ke Nusantara pada awal abad ke-20 M. Cucu tersebut bernama Sayyid Bakûr Abû Bakar b. Ahmad b. Bakrî Abû Bakar Syathâ al-Dimyathî yang pada akhir hayatnya bermukim di Kaliwungu, Kendal Jawa Tengah hingga wafat dan dimakamkan di sana pada tahun 1385 Hijri 1965 Masehi. Makam Sayyid Bakûr Syathâ terletak di kompleks pemakaman Kiyai Asy’ari Kaluwungu Kiyai Guru yang wafat pada awal abad ke-19 M. Di samping makamnya, terdapat pula makam istrinya yang bernama Sayyidah Fathimah bt. Alî al-Jufrî w. 1989, juga anaknya yang bernama Sayyid Ahmad b. Bakûr Syathâ w. 2012. Saya mendapatkan sedikit tentang jejak sejarah sosok Syaikh Bakûr Syathâ dalam manuskrip kitab berjudul “Minhah al-Hannân fî Tarjamah Ibn Abd al-Mannân” karya KH. Abu Choir b. Abdul Mannan Kaliwungu w. 1977. Dalam manuskrip kitab tersebut disebutkan, jika Sayyid Bakûr Syathâ adalah salah satu dari guru KH. Abu Choir Kaliwungu. KH. Abu Choir menyebut dirinya belajar kepada Sayyid Bakûr Syathâ dan mendapatkan ijâzah atas tiga buah periwayatan kitab, yaitu kitab “I’ânah al-Thâlibîn”, “al-Sirr al-Jalîl”, dan “al-Atâqah al-Kubrâ”. Tertulis di sana ومنهم السيد أبو بكر المشهور عند الناس بالسيد بكور. طلبت منه أن يجيزني إجازة عامة بما احتوى عليه إعانة الطالبين على فتح المعين. فأجازني عن والده السيد أحمد عن جده السيد أبي بكر محمد شطا الدمياطي المؤلف Di antara guru-guruku adalah Sayyid Abû Bakar yang terkenal di antara orang-orang dengan sebutan Sayyid Bakûr. Aku meminta kepadanya untuk memberikanku ijâzah âmmah atas apa yang termuat dalam kitab I’ânah al-Thâlibîn [Hâsyiah] alâ [Syarh] Fath al-Mu’în. Maka beliau pun memberiku ijâzah yang ia riwayatkan dari ayahnya, yaitu Sayyid Ahmad, dari kakeknya, yaitu Sayyid Abû Bakar [Bakrî] Syathâ al-Dimyâthî sang pengarang KH. Abu Choir dalam manuskrip karyanya yang berjudul “Minhah al-Mannân” itu juga menuliskan titimangsa wafatnya Sayyid Bakûr Syathâ, juga letak pusara makamnya. Tertulis di sana وتوفى السيد أبو بكر الشهير بباكور بن السيد أحمد بن صاحب إعانة الطالبين السيد البكري شطا ليلة الاثنين واكي العاشرة من ذي الحجة ليلة عيد الأضحى سنة 1384 هـ / 12 أفريل 1965 م. ودفن بجانب الغرب من ضريح الولي الصالح كياهي أشعري الشهير بكياهي كورو كالي وغو Telah wafat Sayyid Abû Bakar yang terkenal dengan nama Bâkûr b. Ahmad b. pengarang kitab I’ânah al-Thâlibîn yaitu Sayyid Bakrî Syathâ, pada malam Senin Wage, 10 dzulhijjah [malam Idul Adha] tahun 1384 Hijri atau 12 April 1965 Masehi. Jasad beliau dimakamkan di sisi sebelah barat dari makam seorang wali yang salih, yaitu Kiyai Asy’ari yang terkenal dengan julukan Kiyai Guru Kaliwungu Sayyid Bakûr Syathâ yang wafat di Kaliwungu Jawa Tengah ini memiliki saudara kandung yang wafat di Makkah, yaitu Sayyid Muhammad b. Ahmad b. Bakrî Syathâ w. 1980. Dalam artikel berjudul “al-Sayyid Muhammad bin Ahmad bin Bakrî Syathâ Awwal Su’ûdî Hâshil alâ al-Duktûrâh” yang dimuat dalam portal al-Makkâwî bertanggal 01/06/2011, disebutkan jika Sayyid Muhammad b. Ahmad b. Bakrî Syathâ adalah warganegara Saudi Arabia yang pertamakali meraih gelar akademik doktoral. Sayyid Muhammad b. Ahmad b. Bakrî Syathâ disebutkan lahir di Makkah tahun 1323 H 1905 M dan wafat di kota suci itu pada tahun 1401 H 1980 M. Beliau menempuh pendidikan di rumahnya, di mana belajar kepada ayahnya, yaitu Sayyid Ahmad b. Bakrî Syathâ, juga kepada pamannya, yaitu Sayyid Shâlih b. Bakrî Syathâ. Selain kepada keduanya, Sayyid Muhammad b. Ahmad b. Bakrî Syathâ juga belajar kepada ulama-ulama lainnya yang mengajar di Masjidil Haram, seperti Syaikh Ahmad b. Abdullâh Nâzhirîn, Syaikh Îsâ b. Muhammad Rawwâs, Syaikh Abdullâh b. Ibrâhîm Hammûdah, Syaikh Muhammad al-Arabî al-Tabbânî al-Jazâ’irî dan lain-lain. Sayyid Muhammad b. Ahmad b. Bakrî Syathâ juga tercatat belajar hingga lulus dari Madrasah al-Falâh di Makkah. Beliau kemudian disebut pergi melawat ke Nusantara dan bermukim di Kedah Malaysia selama beberapa tahun lamanya. Setelahnya, beliau melanjutkan pendidikannya ke Al-Azhar di Mesir pada jurusan Hukum Islam, serta selesai pada jenjang doktoral pada jurusan Tarbiyyah dan Adab. Selintas biografi Sayyid Muhammad b. Ahmad b. Bakrî Syathâ di atas, utamanya semenjak masa kanak-kanak hingga dewasanya, bias menjadi bahan perbandingan untuk melacak jejak sejarah hidup saudara kandungnya, yaitu Sayyid Bakûr b. Ahmad b. Bakrî Syathâ yang wafat di Kaliwungu Jawa Tengah. Selain Sayyid Bakûr Syathâ cucu sang pengarang kitab I’ânah al-Thâlibîn, terdapat pula beberapa ulama Makkah lainnya yang berhijrah, menetap hingga wafat di Kendal pada kurun masa yang tak jauh berbeda. Di antaranya adalah Sayyid Hasan b. Shadaqah b. Zainî Dahlân w. 1921, keponakan dari Sayyid Ahmad b. Zainî Dahlân w. 1885, mufti madzhab Syafi’i di Makkah yang juga mahaguru ulama Nusantara pada zamannya. Selain itu, ada juga Syaikh Ismail Abû Thâhir al-Kûrânî w.?, cicit dari Syaikh Ibrâhîm al-Kûrânî w. 1690. Juga di Kendal, terdapat seorang ulama besar Nusantara yang juga menjadi murid Sayyid Bakrî Syathâ, yaitu Syaikh Abû Hâmid b. al-Qâdhî Ilyâs al-Qandalî al-Jâwî, atau yang dikenal dengan Mbah Wali Hadi w. 1925. Beliau tercatat mengarang sebuah karya dalam bidang ilmu morfologi Arab ilmu sharaf berjudul “al-Salsal al-Madkhal fî Ilm al-Sharaf”. Karya tersebut diselesaikan pada tahun 1884 M dan dicetak pada masa yang sama oleh percetakan al-Mîriyyah di Makkah Mathba’ah al-Mîriyyah al-Kâ’inah bi Makkah al-Mahmiyyah. Pada hari Rabu 24/3 kemarin, saya berkesempatan menziarahi makam Sayyid Bakûr Syathâ ini di Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah. Ziarah ini ditemani oleh Ustadz Mabda Dzikara dari Sanadmedia, juga Gus Syafiq Ainurridlo dan Gus Tubagus Bakri cucu KH. Abu Choir dari KOPIKUMANIS Komunitas Pecinta Karya Ulama dan Manuskrip Kaliwungu, Kiyai Ahmad Qusyairi Ciawi Bogor, Kiyai Asep Abdul Qodir Jaelani Bogor dan lain-lain. نفعنا الله تعالى بهم وبعلومهم في الدارين آمين Wallahu a’lam. Kaliwungu-Bogor, Rajab 1442 H/Februari 2021 M
Daftar Isi Profil Sayyid Abu Bakri Syatha1. Kelahiran2. Wafat3. Mengajar di Masjidil Haram4. Karya-KaryaKelahiranAbu Bakri bin Muhammad Zainal Abidin Syatha atau yang kerap disapa dengan panggilan Sayyid Abu Bakri Syatha lahir pada tahun 1266 H/1849 M di berasal dari keluarga Syatha, yang terkenal dengan keilmuan dan ketakwaannya. Namun ia tak sempat mengenal ayahnya, karena saat ia baru berusia tiga bulan, sang ayah, Sayyid Muhammad Zainal Abidin Syatha, berpulang ke rahmatullah. Sayyid Abu Bakar Syatha merupakan seorang ulama’ Syafi’i, mengajar di Masjidil Haram di Mekah al-Mukarramah pada permulaan abad ke Bakri Syatha meninggal dunia tanggal 13 Dzulhijjah tahun 1310 H/1892 M setelah menyelesaikan ibadah haji. Usianya memang tidak panjang hanya 44 tahun menurut hitungan Hijriyyah dan kurang dari 43 tahun menurut hitungan Masehi, tetapi penuh manfaat yang sangat dirasakan urnat. Jasanya begitu besar, dan peninggalan-peninggalannya, baik karangan-karangan, murid-murid, maupun anak keturunannya, menjadi saksi tak terbantahkan atas di Masjidil HaramSayyid Abu Bakar Syatha merupakan seorang ulama’ Syafi’i, mengajar di Masjidil Haram di Mekah al-Mukarramah pada permulaan abad ke I`anah Ath-Thalibin adalah karya besar seorang tokoh ulama terkemuka Makkah abad ke-14 Hijriyyah abad ke-19 Masehi.Kitab I’anah Ath-Thalibin merupakan syarah kitab Fath Al-Mu’in. Kedua kitab ini termasuk kitab-kitab fiqih Syafi’i yang paling banyak dipelajari dan dijadikan pegangan dalam memahami dan memutuskan masalah-masalah hukum. Dalam forum-forum bahtsul-masail pengkajian masalah-masalah, kitab ini menjadi salah satu kitab yang sangat sering dikutip nash-nashnya. Kemashyoran kitab ini dapat dikatakan merata di kalangan para penganut Madzhab Syafi’i di berbagai belahan dunia Islam.
Sayyid al-Abbas was a Moorish Assassin of the Spanish Brotherhood. The husband of fellow Assassin Beatriz de Navarrete, Sayyid served as a bureau informant in Barcelona. Biography[] Descended from a long line of Moorish Assassins, Sayyid al-Abbas was trained by the Spanish Brotherhood from an early age. He operated as a bureau informant in Barcelona in accordance with his extensive knowledge of the city. At the height of the Reconquista, he made every effort to keep close tabs of the institution's activities in the city.[1] One day during one of this routine trips to the Spanish sectors, he made the acquaintance of Beatriz de Navarrete, a young, rebellious noble girl who had a habit of sneaking out of her villa at night to engage in Barcelona's night life. The two fell madly in love, a match that was vehemently opposed by Beatriz's conservative parents. When her parents threatened to disown her lest she accept an arranged marriage with a captain of the Spanish Army, Sayyid presented Beatriz with an escape. He proposed to her, and the girl happily agreed to elope with him and join the Assassin Brotherhood.[1] Personality and traits[] Among his comrades, Sayyid al-Abbas was respected as one of their best tacticians, particularly for high-risk missions. His masterful handling of perilous operations stemmed from his capacity to maintain focus even in the most stressful of situations. He was a man possessed of a preternatural calm that would not give way even under intense pressure. Far from making him an aloof individual, his cool temperament was soothing to his friends, who even found his kindness charming.[1] Appearances[] Assassin's Creed Rebellion References[] ↑ Assassin's Creed Rebellion – Database Sayyid al-Abbas Assassin's Creed Rebellion Characters Assassins / Hidden Ones Legendary Evie Frye • Jacob Frye Arno Dorian Ratonhnhakéton Adéwalé • Edward Kenway • Mary Read Domingo de la Torre • Ezio Auditore da Firenze • Girolamo da Lucca • Ishak Pasha • Jariya al-Zakiyya • Jean Delacroix • Lupo Gallego • María • Najma Alayza • Niccolò Machiavelli • Rodrigo de Mendoza • Shao Jun Al Mualim • Altaïr Ibn-La'Ahad Basim Ibn Ishaq Aya of Alexandria • Bayek Darius • Kassandra Epic Aleksei Zima • Álvaro de Espinosa • Baltasar de León • Bartolomé Ortiz • Claudia Auditore da Firenze • Corvo Antonelli • Flora de la Cruz • Horacio de Heredia • Jaime del Rada • La Volpe • Lucas Bellini • Luciano Cavazza • Mario Auditore • Murat Bin Husn • Muza ben Abel Gazan • Perina di Bastian • Rosa Gallego • Shakir al-Zahid • Yusuf Tazim Malik Al-Sayf • Maria Thorpe Kensa Rare Jock MacRae Chimalmat Aguilar de Nerha • Angela Carillo • Bartolomeo d'Alviano • Beatriz de Navarrete • Faris al-Saffar • Georgios Cardoso • Gershon Deloya • Inigo Montañés • Jorge Díaz • Luis Chico • Luisa Gallego • Magdalena Suárez • Mayya al-Dabbaj • Qasim al-Dani • Sayyid al-Abbas • Teodora Contanto • Tereysa de Lyaño Hytham Common Heloise • Irekanni • Jibral Bin Said Alonso Pinto • Andrea Cortés • Constanza Ramos • Elena Niccolini • Gaspar Donoso • Grazia • Hamid al-Jasur • Mateo Galan • Máximo Barrosa • Tariq al-Nasr • Tosca Yayal-Ricci • Ysabel Lomelin Diego de Alvarado Templars Bonacolto Contarini • Bordingas • Cadavid • Chacon • del Salto • Duran • Garza • Gustavo Ramírez • Ojeda • Ordóñez • Pedrosa • Tomás de Torquemada • Ubayd Alayza William of Montferrat Others Legendary Edward Thatch Leonardo da Vinci Eivor Cleopatra Alexios • Hippokrates • Leonidas I of Sparta • Myrrine Epic Lorenzo de' Medici Gunnar • Randvi • Sigurd Styrbjornsson Apollodorus of Sicily Alkibiades • Natakas • Hipparkhia • Sokrates • Xenia Rare Ivo Jolicoeur • Jacquotte Jolicoeur Jora Blood-Shoulder • Valka Common Bogi Three-Fingers • Dalla Aegirsdottir • Guthlaugr Stone-Eye 3P3EC74R • Player Admin Blount • Cliff • Garnet • Groggy Bill • Stewart Alfonso Cavallero • Armilia Guardato • Cristoval de Merlo • Diego de Burgos • Diego de Burgos' confessor • Ferdinand II of Aragon • Gabriel Dominico • Garcia Galindo • Hassan • Il Bruto • Isabella I of Castile • Muhammad XII of Granada • Piero Isembart Gorm Kjotvesson • Hrolfr Kjotvesson • Kjotve the Cruel Menkhtu Aetius • Erastos • Eugenius • Eustace • Heraclius • Thaddeus Factions Assassins Caribbean Brotherhood Spanish Brotherhood • Italian Brotherhood • Ottoman Brotherhood Levantine Brotherhood Hidden Ones • Templars Spanish Rite • Italian Rite Levantine Rite Order of the Ancients • British Empire British Army • British Navy Dominican Order • Cien Ojos • Lobos Silenciosos • Spanish Inquisition Dogs of the Lord Vikings Raven Clan • Wolf Clan Sect of the Ibis Reborn Locations Jamaica Kingston • The Bahamas Spain Aragon • Ávila • Burgos • Casas-Ibáñez • Castile • Jaén • Granada • León • Madrid • Murcia • Oviedo • Sahagún • Salamanca • Santiago de Compostela • Saragossa • Segovia • Sierra de Cazorla • Toledo • Valencia • Italy Florence • Naples Levant Acre Norway Rygjafylke Egypt Haueris Nome • White Desert • Giza Greece Argolis • Arkadia • Attika • Boeotia • Korinthia • Makedonia • Megaris Events War of the Spanish Succession • Golden Age of Piracy Reconquista Granada War Third Crusade Hunt for the Nine Viking expansion Peloponnesian War Terms and concepts Achievements • Aguilar de Nerha's journal • Crafting • Genetic memory • Helix Credits • Helix Rift Events • Leap of Faith • Memories • Pieces of Eden Apple of Eden • Staff of Eden • Rebellion • Treasure chests Helix Rift Events DPS All-Stars • Swift Assassination • Freerunner Frenzy • Stealthy Operations Horacio's Retribution • The Art of the Heist • The Ottoman Connection • A War in the Shadows • Kinslayer • Spears for Hire • For Democracy! • The Mask of the Ibis • The Eagle's Shadow • The Hunter's Hounds • Dead Men's Gold • The Ravens' Wound • Echoes Through the Animus Campaigns Norway, 872 CE • Caribbean Sea, 1713 CE • Naples, 1499 CE
Dalam menentukan awal bulan Ramadhan dan bulan Syawal untuk memulai dan mengakhiri puasa, sampai saat ini jumhur mayoritas ulama berpedoman pada rukyat. Yang dimaksud adalah melihat bulan baru هلال dengan mata kepala رؤية بصرية, bukan penglihatan ilmiah رؤية علمية dengan menggunakan perhitungan حساب. Bila penglihatan riil dengan mata kepala tidak terjadi meski karena terhalang awan, mereka menggenapkan bulan Sya’ban/Ramadhan menjadi 30 hari. Dasar mereka adalah hadits riwayat Abu Hurairah ra bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته، فإن غبي عليكم فأكملوا عدة شعبان ثلاثين يوما Artinya, “Berpuasalah kamu ketika telah melihat hilal Ramadhan dan berhentilah kamu berpuasa ketika telah melihat hilal bulan Syawal. Jika hilal tertutup bagimu maka genapkanlah bulan Sya'ban menjadi 30 hari,” HR Al-Bukhari dan Muslim. Dalam hadits riwayat Ibnu Umar ra, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda لا تصوموا حتى تروا الهلال ولا تفطروا حتى تروه، فإن غم عليكم فاقدروا له Artinya,“Janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihat hilal Ramadhan dan janganlah kamu berhenti berpuasa sehingga kamu melihat hilal syawal. Jika jika hilal tertutup bagimu maka perkirakanlah hilal itu dengan menghitung posisi-posisinya.” Bagi jumhur, sabda Nabi yang pertama فأكملوا العدة yang sangat sharih menjadi bayan/penjelasan terhadap sabda Nabi yang kedua فاقدروا له yang berkarakter mutasyabih. Salah seorang imam besar dari kalangan ulama Syafi’iyah, Abu al-Abbas Ahmad bin Umar bin Suraij mengompromikan dua riwayat hadits di atas dengan menggunakan pendekatan yang dalam istilah sekarang disebut dengan teori multidimensi نظرية تعدد الأبعاد, yaitu bahwa sabda Nabi فاقدرواله bermakna “perkirakanlah hilal itu dengan menghitung posisi-posisinya.” Ini ditujukan kepada mereka yang oleh Allah swt dianugerahi pengetahuan tentang hisab. Sedangkan sabda Nabi فاكملوا عدة ditujukan kepada mereka yang awam di bidang ilmu itu. Fatawa al-Qardhawi Yang menarik adalah pendapat Imam Taqyuddin al-Subki, yang diakui memiliki kapasitas sebagai mujtahid. Pendapat beliau dalam masalah ini antara lain dikemukakan oleh Sayyid Abu Bakar Syatha di dalam Hasyiyah I’anah al-Thalibin قوله فرع لو شهد برؤية الهلال واحد او اثنان واقتضى الحساب عدم امكان رؤيته ، قال السبكي لا تقبل هذه الشهادة، لان الحساب قطعي والشهادة ظنية، والظن لا يعارض القطع Artinya, “Jika satu orang atau dua orang bersaksi bahwa dia atau mereka telah melihat hilal sementara secara hisab hilal tak mungkin terlihat, maka menurut al-Subki, kesaksian itu tidak diterima karena hisab bersifat pasti. Sedangkan rukyat bersifat dugaan zhanni. Tentu yang bersifat dugaan tidak bisa mengalahkan yang pasti.” Substansi dari pendapat ini ialah bahwa hisab menjadi dasar dalam rangka menafikan, tidak dalam rangka menetapkan. الحساب حجة في النفي لا في الإثبات Sayyid Abu Bakar Syatha mengomentari pendapat Imam al-Subki dengan mengatakan والمعتمد قبولها، إذ لا عبرة بقول الحسٌاب Artinya, “Menurut yang muktamad, kesaksian tersebut diterima, karena pendapat ahli hisab tidak muktabar tidak masuk hitungan.” Alasan Imam al-Subki لان الحساب قطعي والرؤية ظنية untuk menolak rukyat ketika bertentangan dengan hisab perlu digarisbawahi kemudian ditarik ke kondisi saat ini di mana ilmu astronomi modern telah begitu maju dan akurasinya benar-benar meyakinkan قطعي. Dengan ilmu ini, para ahli astronomi dapat memprediksi terjadinya gerhana beberapa ratus tahun sebelum terjadinya dengan sangat akurat menyangkut tahun, bulan, pekan, hari, dan jam, bahkan menitnya. Dengan begitu akurat قطعيnya ilmu astronomi saat ini maka rukyat yang semula bersifat dugaan kuat مظنونة ketika bertentangan dengan hisab turun menjadi sesuatu yang diragukan مشكوك فيها, bahkan hanya bersifat asumsi saja موهومة. Pendapat imam al-Subki ini merupakan jalan tengah المنهج الوسطي, sekaligus menjadi ajang perdamaian antara yang fanatik rukyat dan yang fanatik hisab. Jika pemerintah berpegang pada pendapat ini maka tidak perlu menyiapkan tenaga dan biaya yang cukup besar yang dibutuhkan untuk melakukan pemantauan hilal الترائي، ketika seluruh ahli hisab/astronomi bersepakat mengatakan bahwa hilal tidak mungkin dirukyat. تصحيح ١. فإن غبي عليكم فأكملوا عدة شعبان ثلاثين يوما ٢. فإن غمٌ عليكم فاقدروا له وان كان أحدهما تفسيرا للآخر فالصواب أن المفسٌر هو الاول للثاني المجمل ، لا العكس KH Afifuddin Muhajir, Wakil Rais Aam PBNU, guru besar ushul fiqih pada Ma'had Aly Situbondo.
sayyid abu bakar syatha